Rabu, 25 September 2013

10 Perjanjian dalam KUHPerdata dan KHES



Nama               : Iska Amlahul Hajar
NIM                : 3223113047
Jurusan            : Perbankan Syariah (PS)  V – B
                          IAIN Tulungagung
                          Jl. Mayor Sujadi Timur 46 Plosokandang Tulungagung
                          Jawa Timur 66221 Telp. 0355 321513 Fax. 321656
Mata Kuliah    : Desain Kontrak dan Perjanjian Syariah

SEPULUH PERJANJIAN/ KONTRAK MENURUT  KUH PERDATA

1.        Jual Beli
a.         Pengertian Jual beli
       Istilah jual beli berasal dari terjemahan  (kontrak of sale, perjanjian jual beli diatur dalam pasal 1457-pasal 1450 KUH Perdata. Yang dimaksud jual beli adalah “Suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu menyerahkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang , dan pihak yang lain untuk membayar barang yang dijanjikan “ (Pasal 1457 KUH Perdata).
         Pasal 1458 KUH Perdata  menjelaskan bahwa” Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya  belum dibayar. Dan pada Pasal 1460 KUH Perdata menjelaskan bahwa “ Hak milik atas barang yang dijual tidak pindah kepada pembeli selama barang itu belum diserahkan menurut pasal 612,613 dan 616. Dari beberapa penjelasan diatas sudah dapat diketahui , meskipun telah terjadi kesepakatan antara jenis barang dan harga yang telah dikehendaki, namun belum tentu barang itu menjadi milik pembeli, karena harus diikuti proses penyerahan (levering) benda. Penyerahan inipun tergantung jenis bendanya, antara lain:
1)      Penyerahan barang-barang bergerak, kecuali yang bertubuh, dilakukan dengan penyerahan yang nyata oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci bangunan tempat barang-barang itu berada. Penyerahan tidak tidak diharuskan, bila barang-barang yang harus diserahkan, dengan alasan hak lain, telah dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya. (Pasal 612 KUH Perdata)
2)      Penyerahan piutang-piutang atas nama dan barang-barang lain yang tidak bertubuh, dilakukan dengan jalan membuat akta otentikatau dibawah tangan yang melimpahkan hak-hak atas barang-barang itu kepada orang lain. (Lihat Pasal 613 KUH Perdata)
3)      Penyerahan atau penunjukan barang tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akta yang bersangkutan dengan cara yang ditentukan dalam Pasal 620 KUH Perdata, yaitu di kantor Penyimpan Hipotek. (Pasal 616 KUH Perdata)
4)      Benda atau barang yang sudah ditentukan ( Pasal 1460 KUH Perdata).
5)      Benda atau barang yang sudah ditentukan  maka sejak saat pembelian, barang itu menjadi tanggungan pembeli, meskipun peyerahanya belum dilakukan dan penjual berhak menuntut harganya. (Pasal 1460 KUH Perdata )
6)      Barang menurut berat, jumlah dan ukuran, maka barang itu tetap menjadi tagungan penjual sampai ditimbang, dihitung atau diukur.
7)      Jual beli tumpukan , maka barang itu menjadi tanggungan pembeli, meskipun belum ditimbang, dihitung atau diukur.
8)      Jual beli percobaan atau barang biasanya dicoba terlebih dahulu , selalu dianggap telah dilakukan dengan syarat tangguh.( Pasal 1463 KUH Perdata )
9)      Jual beli dengan dengan memberi uang panjar, maka salah satu pihak tak dapat membatalkan pembelian itu dengan menyuruh memiliki atau mengembalikan uang panjarnya. (Pasal 1464 KUH perdata )
b.         Kewajiban penjual
1)      Penjual menyatakan dengan jelas tentang perjanjian jual beli tersebut.
2)      Penjual mempunyai dua kewajiban utama, yaitu menyerahkan barangnya dan menanggungnya.
3)      Penyerahan harus dilakukan ditempat barang yang dijual itu beradapada waktu penjualan, jika tentang hal itu tidak diadakan persetujuan lain.
4)      Penjual tidak wajib menyerahkn barang yang bersangkutan, jika pembeli belum membayar harganya sedangkan penjual tidak mengizinkan penundaan pembayaran.
5)      Apabila penjual lalai menyerahkan barang, maka pembeli dapat membatalkan pembelian menurut ketentuan-ketentuan 1266 dan 1267.
6)      Barang yang bersangkutan harus diserahkan dalam keadaan seperti waktu penjualan.
7)      Penyerahan barang harus meliputi segala sesuatu yang menjadi perlengkapanya.
8)      Penjual wajib menyerahkan barang dalam keadaan utuh sesuai dengan persetujuan.
9)      Jika pembeli membatalkan pembelian, maka penjual wajib mengembalikan uang yang telah diterimanya dari pembeli sesuai persetujuan.
10)  Wajib menanggung cacat tersembunyi, meskipun ia sendiri tidak mengetahui adanya cacat tersebut, kecuali telah diperjanjikan.
11)  Wajib mengembalikan harga pembelian apabila ia sendiri mengetahui adanya cacat tersebut.
12)  Jika barang yang dijual musnah disebabkan karena cacat yang tersembunyi, maka kerugian dipikul oleh sipenjual dan diwajibkan mengembalikan uang harga pembelian dan kerugian.
c.         Kewajiban pembeli
1)      Membayar harga pembelian pada waktu dan tempat yang ditetapkan dalam persetujuan.( Pasal 1513 KUH Perdata )
2)      Jika pada waktu membuat persetujuan tidak ditetapkan hal-hal itu, pembeli harus membayar ditempat dan pada waktu penyerahan. Pasal 1514 KUH Perdata )
3)      Pembeli walaupun tidak ada suatu perjanjian yang tegas, wajib membayar bunga dari harga pembelian, jika barang yang dijual dan diserahkan memberi hasil atau pendapatan lain. (Pasal 1515 KUH Perdata )
4)      Jika dalam menguasai barang itu diganggu oleh suatu tuntutan hukum, maka ia dapat menangguhkan pembayaran harga pembelian sampai penjual menghentikan gangguan tersebut, kecuali jika penjual memilih memberikan jaminan atau telah diperjanjikan bahwa pembeli wajib membayar tanpa mendapat jaminan atas segala gangguan. (Pasal 1516 KUH Perdata )
5)      Jika pembeli tidak membayar harga pembelian, maka penjual dapat menuntut pembatalan jual beli itu menurut ketentuan pasal 1266 dan 1267. (pasal 1517 KUH Perdata )
6)      Dalam hal penjualan barang-barang dagangan dan perabot rumah, pembatalan pembelian untuk kepentingan penjual terjadi demi hukum dan tanpa peringatan, setelah lewatnya waktu yang ditentukan untuk mengambil barang yang dijual. (Pasal 1518)
d.        Hak pembeli
a.       Kekuasaan untuk membeli kembali barang yang sudah dijual timbul karena suatu perjanjian, (pasal 1519 KUH Perdata )
b.      Jika seseorang yang dengan perjanjian membeli kembali telah membeli suatu bagian dari suatu barang tak bergerak yang belum terbagi, setelah terhadapnya diajukan suatu gugatan untuk pemisahan dan pembagian menjadi pembeli dan dari seluruh barang tersebut bila orang ini hendak menggunakan hak membeli kembali.( Pasal 1526 KUH Perdata )
c.       Jika pembeli meninggalkan beberapa orang ahli waris, maka hak membeli kembali tidak dapat digunakan terhadap masing-masing dari mereka selain untuk jumlah sebesar bagianya, baik dalam harta peninggalan yang belum dibagi maupun dalam hal harta peninggalan yang sudah dibagi diantara para ahli waris.

2.             Tukar Menukar
a.         Pengertian
seperti yang dijelaskan pada Pasal 1541 KUH Perdata, bahwa Tukar menukar ialah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak mengikatkan diri untuk saling memberikan suatu barang secara timbal balik sebagai ganti suatu barang lain.
Subjek hukum dalam perjanjian tukar-menukar adalah pihak pertama dan pihak kedua. Sedangkan yang dapat menjadi objek tukar menukar adalah semua barang, baik barang bergerak maupun barang yang tidak bergerak (pasal 1542 KUH Perdata). Dengan syarat barang yang menjadi objek tukar menukar tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Jika pihak yang satu telah menerima barang yang ditukarkan kepadanya, dan kemudian ia membuktikan kepada pihak yang lain bukan pemilik barang tersebut maka ia tidak dapat dipaksa untuk menyerahkan barang yang telah ia janjikan dari pihaknya sendiri melainkan hanya untuk mengembalikan barang yang telah diterimanya, (Pasal 1543 KUH Perdata).
Pihak yang telah melepaskan barang yang diterima dalam perjanjian tukar menukar maka ia dapat memilih, apakah ia akan menuntut penggantian biaya, rugi, dan bunga dari pihak lawanya atau menuntut pengembalian barang yang telah ia berikan (Pasal 1544 KUH Perdata).Jika barang yang menjadi objek tukar-menukar musnah diluar kesalahan salah satu pihak maka perjanjian tukar-menukar itu menjadi gugur. Pihak yang telah menyerahkan barang dapat menuntut kembali barang yang telah diserahkannya, (Pasal 1545 KUH Perdata ).Pasal-pasal yang mengatur tentang tukar-menukar sangat sedikit dibandingkan dengan perjanjian jual beli. Namun, di dalam ketentuan mengenai tukar-menukar disebutkan bahwa ketentuan tentang jual beli berlaku bagi perjanjian tukar-menukar.
b.      Hak dan Kewajiban dalam perjanjian tukar-menukar
Pihak pertama dan pihak kedua, masing-masing berkewajiban menyerahkan barang yang ditukar sedangkan haknya menerima barang yang ditukar.

3.        Sewa-Menyewa
a.       Pengertian
Sewa-menyewa adalah Suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu, Orang dapat menyewakan berbagai jenis barang baik yang tetap maupun barang yang bergerak, (pasal 1548 KUH Perdata)
b.      Hak dan Kewajiban Pihak yang Menyewakan dan Penyewa
     Hak dari pihak yang menyewakan adalah menerima harga sewa yang telah ditentukan. Sedangkan kewajiban pihak yang menyewakan yaitu :
1)        Menyerahkan barang yang disewakan kepada sipenyewa (Pasal 1550 ayat (1) KUH Perdata).
2)        Memelihara barang yang disewakan sedemikian rupa, sehingga dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan (Pasal 1550 ayat (2) KUH Perdata).
3)        Memberikan hak kepada penyewa untuk menikmati barang yang disewakan (Pasal 1550 ayat (3) KUH Perdata).
4)        Melakukan pembetulan pada waktu yang sama (Pasal 1551 KUH Perdata).
5)        Menanggung cacat dari barang yang disewakan (Pasal 1552 KUH Perdata ).
Hak dari pihak penyewa adalah menerima barang yang disewakan dalam keadaan baik. Yang menjadi kewajibanya adalah:
1)      Memakai barang sewa sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik artinya kewajiban memakainya seakan-akan barang itu kepunyaanya sendiri.
2)      Membayar harga sewa pada waktu yang telah ditentukan (Pasal 1560 KUH Perdata).
Ketentuan tentang resiko musnahnya barang,
1)      Jika barang yang disewakan oleh penyewa itu musnah secara keseluruhan diluar kesalahanya pada masa sewa, perjanjian sewa menyewa itu gugur demi hukum dan yang menanggung resiko atas musnahnya barang tersebut adalah pihak yang menyewakan (Pasal 1553 KUH Perdata).
2)      Jika barang yang disewa hanya sebagian yang musnah maka penyewa dapat memilih menurut keadaan, akan meminta pengurangan harga sewa atau akan meminta pembatalan perjanjian sewa menyewa (Pasal 1553 KUH perdata).

4.         Persekutuan
a.       Pengertian
Persekutuan adalah persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan dirinya untuk memasukan sesuatu dalam persekutuan, dengan maksud untuk membagi keuntungan karenanya (Pasal 1618 KUH Perdata).
Momentum berlakunya persekutuan diatur dalam pasal 1624 Kuh Perdata. Di dalam pasal itu ditentukan bahwa persekutuan mulai berlaku sejak saat terjadinya persesuaian pernyataan kehendak antara para sekutu, kecuali para sekutu menentukan lain.
b.      Hak dan Kewajiban Para Sekutu
Kewajiban para sekutu ditentukan dalam Pasal 1625 sampai dengan Pasal 1641KUH Perdata . Kewajibanya adalah sebagai berikut:
1)        Masing-masing sekutu berutang kepada persekutuan tentang segala apa yang disanggupinya.
2)        Masing-masing sekutu diwajibkan untuk memasukan sejumlah kepada persekutuan.
3)        Diwajibkan memberi perhitungan kepada perusahaan tentang keuntungan yang diperoleh dengan kerajinan.
4)        Masing-masing sekutu diwajibkan membrikan ganti rugi kepada persekutuan tentang kerugian yang diderita persekutuan yang disebabkan karena salahnya dari sekutu.

Hak para sekutu yang utama adalah berhak untuk mendapatkan keuntungan dari hasil para sekutu berdasarkan besar kecilnya yang telah dimasukkan kepersekutuan.

5.             Penitipan barang
a.       Pengertian
Ketentuan penitipan barang diatur dalam pasal 1694 sampai dengan Pasal 1739 KUH Perdata.Dalam Pasal 1694 KUH Perdata tidak dicantumkan pengertianya akan tetapi momentum terjadinya penitipan barang. Penitipan barang terjadi apabila seseorang menerima suatu barang dari orang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpanya dan mengembalikan dalam wujud asalnya (pasal 1694 KUH perdata ). Ada dua jenis penitipan barang yaitu ;penitipan murni (sejati) dan penitipan sekretasi ( Pasal 1695 KUH Perdata).
Penitipan murni dianggap dilakukan dengan Cuma-Cuma bila tidak diperjanjikan sebaliknya, penitipan demikian hanya mengenai barang-barang bergerak(pasal 1698 KUH Perdata).Sedangkan perjanjian sekresi adalah penitipan barang kepada pihak ketiga, yang disebabkan adanya perselisihan antara sipenitip dengan pihak lainya atau karena adanya perintah hakim (Pasal 1730 KUH Perdata).
b.      Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam perjanjian Penitipan Barang
Hubungan kontraktual antara orang yang menyerahkan barang untuk disimpan (bewaargever) dan orang yang menerima barang untuk disimpan akn menimbulkan hak dan kewajiban para pihak. Kewajiban bagi yang menyimpan barang (bewaarnemer)
1)      Memelihara barang titipan itu dengan sebaik-baiknya seperti memelihara barang-barang kepunyaanya sendiri (Pasal 1706 KUH Perdata).
2)      Kewajiban pemeliharaan barang harus dilakukan secara hati-hati dan lebih teliti jika:
a)             Penerima titipan itu yang mula-mula menawarkan diri untuk menyimpan barang tersebut.
b)             Penyimpanan dijanjikan untuk mendapat upah,
c)             Penitipan terjadi dilakukan untuk keperluan penyimpan , dan
d)            Telah diperjanjikan sipenerima titipan akan menanggunng segala kelalaianya (Pasal 1707 KUH Perdata).
Hak-hak sipenyimpan barang:
1)        Penggantian biaya untuk mempertahankan barang.
2)        Penggantian kerugian yang diderita dalam penyimpanan barang, dan
3)        Menahan barang sebelum penggantian biaya dan kerugian diterima dari penitip.
Hak Penitip adalah menerima barang yang telah dititip secara utuh , sedangkan kewajibanya adalah:
1)        Memberikan upah kepada penyimpan dan
2)        Memberikan penggantian biaya dan rugi kepada penyimpan

6.             Pinjam Pakai
a.       Pengertian
Menurut Pasal 1740 KUH Perdata, Pinjam pakai adalah suatu perjanjian dalam mana pihak yang satu menyerahkan suatu barang untuk dipakai secara Cuma-Cuma kepada pihak lain, dengan syarat bahwa pihak yang menerima barang itu setelah memakainya atau setelah lewat waktu yang ditentukan akan mengembalikan barang itu. Pihak yang meminjamkan tetap menjadi pemilik mutlak barang yang dipinjamkan itu (Pasal 1741 KUH Perdata).
b.      Hak dan Kewajiban
Kewajiban orang yang menerima pinjaman adalah;
1)      Menyimpan dan memelihara barang yang dipinjamya sebagai seorang bapak rumah yang baik (Pasal 1744 KUH Perdata)
2)      Mengembalikan barang yang dipinjamnya tepat waktu, sesuai dengan kesepakatan.
Apabila barang yang dipinjam oleh yang menerima pinjaman itu musnah atau rusak maka ia bertanggung jawab atas musnahnya barang tersebut.
Kewajiban dari pemberi pinjaman adalah :
1)        Tidak dapat meminta kembali barang yang dipinjamnya kecuali lewat waktu yang ditentukan (Pasal 1750 KUH Perdata).
2)        Menyerahkan barang yang dipinjamnya.
Hak pemberi pinjaman adalah menerima kembali barang yang telah dipinjamkanya.
7.             Perjanjian Pinjam Meminjam (Pakai Habis)
a.       Pengertian
Pinjam Meminjam Pakai habis diatur dalam Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1762 KUH Perdata. Pinjam Meminjam Pakai habis adalah suatu perjanjian yang menentukan pihak pertama menyerahkan sejumlah yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat bahwa pihak kedua tersebut akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak lain dalam jumlah dan keadaan yang sama (Pasal 1754 KUH Perdata).
b.      Hak dan Kewajiban
Hak dan kewajiban antara pemberi dan penerima pinjaman diatur dalam Pasal 1759 sampai dengan Pasal 1764 KUH Perdata. Dalam Pasal 1759 KUH Perdata disebutkan bahwa “Pemberi pinjaman tidak dapat meminta kembali barang yang dipinjamkan sebelum lewat waktu yang telah ditentukan”. Dari pernyataan beberapa Pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa Hak dari peminjam adalah menerima barang yang dipinjam dari pemberi pinjaman, sedangkan kewajiban pemberi pinjaman adalah seperti yang tertera dalam Pasal 1759 KUH Perdata.
Kewajiban dari peminjam adalah mengembalikan barang yang dipinjam dalam jumlah dan keadaan yang sama dan pada waktu yang diperjanjikan (Pasal 1763 KUH Perdata). Jika ia tidak mampu memenuhi kewajibanya maka ia diwajibkan membayar harga barang yang dipinjamnya, dengan syarat ia harus memperhatikan waktu dan tempat dimana barangnya, sesuai dengan kontrak (Pasal 1763 KUH Perdata). Yang menjadi hak dari peminjam adalah menerima barang yang dipinjam pakai habis.

8.         Pemberian Kuasa
a.         Perjanjian pemberian kuasa atau disebut juga dengan lastgeving. Lastgeving diatur di dalam Pasal 1792 sampai dengan Pasal 1818 KUH Perdata. Perjanjian Pemberian Kuasa adalah suatu perjanjian yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang mnerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memebri kuasa (Pasal 1792 KUH Perdata).
b.        Hak dan Kewajiban Pemberi Kuasa dan Penrima Kuasa.
              Hubungan yang terjadi antara pemberi kuasa dan penerima kuasa akan menimbulkan akibat hukum. Kewajiban penerima kuasa ini diatur dalam (Pasal 1800 sampai dengan pasal 1803 KUH Perdata) sebagai berikut:
1)        Melaksanakan kuasanya dan bertanggung jawab atas segala biaya,kerugian,dan bunga yang timbul dari tidak dilaksanakanya kuasa itu.
2)        Menyelesaikan urusan yang telah mulai dikerjakanya pada waktu pemberi kuasa meninggal dan dapat menimbulkan kerugian jika tidak segera diselesaikan.
3)        Bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan dengan sengaja dan kelalaian-kelalaian yang dilakukan dalam menjalankan kuasanya.
4)        Memberi laporan kepada pemberi kuasa tentang apa yang telah dilakukan, serta memberi perhitungan segala sesuatu yang diterimanya.
5)        Bertanggung jawab atas orang lain yang ditunjuknya sebagai penggantinya dalam melaksanakn kuasanya:
a)        Bils tidsk diberikan kuasa untuk menunjuk orang lain sebagai penggantinya;
b)        Bila kuasa itu diberikan tanpa menyebutkan orang tertentu, sedangkan orang yang dipilihnya ternyata orang yang tidak cakap atau tidak mampu.
Hak penerima kuasa adalah menerima jasa dari pemberi kuasa. Hak pemberi kuasa adalah menerima hasil atau jasa dari penerima kuasa. Kewajiban Pemberi kuasa diatur dalam Pasal 1807 sampai dengan pasal 1810 KUH Perdata, antara lain:
1)        Memenuhi perjanjian yang telah dibuat antara penerima kuasa dengan pemberi kuasa,
2)        Mengembalikan persekot dan biaya yang telah dikeluarkan penerima kuasa.
3)        Membayar upah kepada penerima kuasa;
4)        Memberikan ganti rugi kepada penerima kuasa atas kerugian yang dideritanya sewaktu menjalankan kuasanya;
5)        Membayar bunga tas persekot yang telah dikeluarkan penerima kuasa, terhitung mulai dikeluarkanya persekot tersebut.

9.             Penghibahan
a.          Pengertian
       Pada Pasal 1666 KUH Perdata dijelaskan bahwa Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seseorang penghibah menyerahkan suatu barang secra Cuma-Cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup. Dalam Pasal 1667 Kuh Perdatamenjelaskan bahwa, Penghibahan hanya boleh dilakukan terhadap barang-barang yang sudah ada pada saat penghibahan itu terjadi. Jika hibah itu mencakup barang-barang yang belum ada, maka penghibahan batal sekedar mengenai barang-barang yang belum ada. Suatu penghibahan dikatakan sah apabila dilakukan dengan akta notaris dan yang asli disimpan oleh Notaris.
b.         Hak dan kewajiban Penghibah
       Kewajiban Penghibah adalah Penghibah tidak boleh menjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk menggunakan hak miliknya atas barang yang dihibahkan itu, penghibahan demikian sekedar mengenai barang itu dipandang sebagai tidak sah (Pasal 1668 KUH Perdata).
Sedangkan Hak Penghibah adalah:
1)            Penghibah boleh memperjanjikan bahwa ia akan tetap menguasai penggunaan sejumlah uang yang ada diantara barang yang dihibahkan. Jika ia meninggal dunia sebelum menggunakan uang itu, maka barang dan uang itu tetap menjadi pemilik penerima hibah (Pasal 1671 KUH Perdata).
2)            Penghibah boleh memberi syarat, bahwa barang yang dihibahkanya itu akan kembali kepadanya bila orang yang diberi hibah atau ahli warisnya meninggal dunia lebih dahulu dari penghibah, tetapi syarat demikian hanya boleh diadakan untuk kepentingan penghibah sendiri (Pasal 1672 KUH Perdata).
3)            Penghibah tidak wajib menjamin orang bebas dari gugatan pengadilan bila kemudian barang yang dihibahkan itu menjadi milik orang lain berdasarkan keputusan pengadilan (Pasal 1674 KUH Perdata).

10.       Perjanjian Kerja.
a.              Pengertian
 Perjanjian kerja adalah suatu persetujuan bahwa pihak kesatu, yaitu buruh, mengikatkan diri untuk menyerahkan tenaganya kepada pihak lain, yaitu majikan, dengan upah selama waktu yang tertentu (Pasal 1601 KUH Perdata). Sedangkan perjanjian pemborongan kerja adalah suatu persetujuan bahwa pihak kesatu, yaitu pemborong, mengikatkan diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak lain, yaitu pemberi tugas, dengan harga yang telah ditentukan (pasal 1601 b KUH Perdata).
                Jika suatu persetujuan mengandung sifat-sifat suatu perjanjian kerja dan persetujuan lain, maka baik ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian kerja maupun ketentuan-ketentuan mengenai persetujuan lain yang sifat-sifatnya terkandung didalamnya, keduanya berlaku; jika ada pertentangan antara kedua jenis ketentuan tersebut, maka yang berlaku adalah mengenai ketentuan-ketentuan perjanjian kerja (Pasal 1601 c KUH Perdata).
b.             Hak dan kewajiban antara orang yang bekerja dan orang yang memberi kerja (Majikan dan Buruh).
                    Hak Majikan sudah tentu mendapatkan pelayanan dari buruh sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan antara kedua belah pihak, sedangkan Kewajiban majikan dalam (Pasal 1602 sampai dengan Pasal 1602b KUH Perdata)antara lain:
1)      Majikan wajib membayar upah buruh pada waktu yang ditentukan;
2)      Upah yang ditetapkan menurut jangka waktu, harus dibayar sejak saat buruh mulai bekerja sampai saat berakhirnya hubungan kerja;
3)      Tidak ada upah yang harus dibayar untuk wkatu buruh tidak melakukan pekerjaan yang diperjanjikan.
     Hak Buruh dalam Pasal 1602c KUH Perdata menjelaskan bahwa;
1)      Buruh berhak untuk meminta dan menerima upah, yang ditetapkan menurut lamanya buruh, bekerja untuk waktu yang tidak begitu lama, bila ia berhalangan melakukan pekerjaan karena sakit atau mengalami kecelakaan, kecuali bila sakitnya atau kecelakaan itu disebabkan oleh kesengajaan.
2)      Buruh berhak memperoleh suatu ganti rugi berdasarkan suatu peraturan undang-undang tentang hal sakit atau kecelakaan atau dari suatu dana yang telah dijanjikan atau lahir dari perjanjian kerja, maka jumlah uang upah itu harus dikurangi dengan jumlah uang ganti rugi termaksud.
3)      Buruh berhak menuntut jangka waktu pendek, yang ditetapkan menurut keadilan, bila ia, baik karena memenuhi kewajiban yang diletakan kepadanyaoleh undang-undang atau pemerintah tanpa pergantian berupa uang, dan tidak dapat dilakukan diluar waktu kerja, maupun karena mengalami kejadian-kejadian luar biasa diluar kesalahanya, terhalang melakukan pekerjaanya.
Kewajiban Buruh diatur dalam Pasal 1603 KUH Perdata, sebagai berikut;
1)      Buruh wajib melakukan pekerjaan yang diperjanjikan menurut kemampuanya dengan sebaik-baiknya.
2)      Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaanya, hanya dengan izin majikan ia dapat menyuruh orang lain menggantikanya.
3)      Buruh wajib mentaati peraturan pelaksanaan kerja.
4)      Buruh yang tinggal menumpang dirumah majikan wajib berkelakuan menurut tata tertib rumah tangga majikan.
5)      Pada umumnya buruh wajib melakukan atau tidak melakukan segala sesuatu yang dalam keadaan yang sama seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang buruh yang baik.   
       
Sumber : 1. Buku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
                    Dihimpun oleh : Soedharyo Soimin, S.H. 
                    Penerbit : Sinar Grafika, Tahun: 2007
               2. Buku : Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak
                   Penulis: salim H.S., S.H.,M.S.
                    Penerbit : Sinar Grafika, Tahun : 2008   



Nama               : Iska Amlahul Hajar
NIM                : 3223113047
Jurusan            : Perbankan Syariah (PS)  V – B
                          IAIN Tulungagung
                          Jl. Mayor Sujadi Timur 46 Plosokandang Tulungagung
                          Jawa Timur 66221 Telp. 0355 321513 Fax. 321656
Mata Kuliah    : Desain Kontrak dan Perjanjian Syariah

BUKU II
TENTANG 10 AKAD
KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARI’AH


1.      Akad
Akad adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan dan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu.
Hukum Akad
Rukun dan Syarat Akad diatur dalam Pasal 22
Rukun akad terdiri atas:
a. pihak-pihak yang berakad; Pihak-pihak yang berakad adalah orang, persekutuan, atau badan
usaha yang memiliki kecakapan dalam melakukan perbuatan
hukum. Pasal 23


b. obyek akad; Obyek akad adalah amwal atau jasa yang dihalalkan yang
dibutuhkan oleh masing-masing pihak (Pasal 24).
c. tujuan-pokok akad, Akad bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
pengembangan usaha masing-masing pihak yang mengadakan akad (Pasal 25).

d. kesepakatan.
 Hukum Akad Pasal 26
Akad tidak sah apabila bertentangan dengan:
a. syariat islam;
b. peraturan perundang-undangan;
c. ketertiban umum; dan/atau
d. kesusilaan;
Hukum akad terbagi ke dalam tiga kategori (Pasal 27), yaitu:
a. akad yang sah.
b. akad yang fasad/dapat dibatalkan.
c. akad yang batal/batal demi hukum.
Dalam Pasal 28 juga dijelaskan tentang kejelasan akad
(1) Akad yang sah adalah akad yang terpenuhi rukun dan syaratsyaratnya;
(2) Akad yang fasad adalah akad yang terpenuhi rukun dan syaratsyaratnya,tetapi terdapat segi atau hal lain yang merusak akad tersebut karena pertimbangan maslahat
(3) Akad yang batal adalah akad yang kurang rukun dan atau syaratsyaratnya

2.      Bai’ adalah jual beli antara benda dengan benda, atau pertukaran benda dengan uang.
Kesepakatan Penjual dan Pembeli
a.       Penjual dan pembeli wajib menyepakati nilai obyek jual-beli yang diwujudkan dalam harga(pasal 62)
b.      Penjual wajib menyerahkan obyek jual-beli sesuai dengan  harga yang telah disepakati n (Pasal 63).
c.       Pembeli wajib menyerahkan uang atau benda yang setara nilainya dengan obyek jual-beli.
d.      Jual-beli terjadi dan mengikat ketika obyek jual-beli diterima pembeli, sekalipun tidak dinyatakan secara langsung (Pasal 64).
e.       Penjual boleh menawarkan penjualan barang dengan harga borongan, dan persetujuan pembeli atas tawaran itu dan mengharuskannya untuk membeli keseluruhan barang dengan harga yang disepakati (Pasal 65).
f.       Pembeli tidak boleh memilah-milah benda dagangan yang diperjualbelikan dengan cara borongan dengan maksud membeli (Pasal 66)
3.       Murabahah adalah pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan oleh shahib al-mal dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan. bahwa harga pengadaan barang dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan atau laba bagi shahib almal dan pengembaliannya dilakukan secara tunai atau angsur.
                Kewajiban Penjual diatur dalam Pasal 116 antara lain:
a.       Penjual harus membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati spesipikasinya.
b.      Penjual harus membeli barang yang diperlukan pembeli atas nama penjual sendiri, dan pembelian ini harus bebas riba.
c.       Penjual harus memberi tahu secara jujur tentang harga pokok barang kepada pembeli berikut biaya yang diperlukan.
d.      Jika penjual menerima permintaan pembeli akan suatu barang atau aset, penjual harus membeli terlebih dulu aset yang dipesan tersebut dan pembeli harus menyempurnakan jual-beli yang sah dengan penjual (Pasal 120).
                 Hak Penjual
a.    Pihak penjual dalam murabahah dapat mengadakan perjanjian khusus dengan pembeli untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan akad (Pasal 118).
b.    Jika penjual hendak mewakilkan kepada pembeli untuk membelibarang dari pihak ketiga, akad jual-beli  murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip sudah menjadi milik penjual (Pasal 119).
c.    Penjual boleh meminta pembeli untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan dalam jual-beli murabahah (Pasal 121).
                 Kewajiban Pembeli
     Pembeli harus membayar harga barang yang telah disepakati dalam murabahah pada waktu yang telah disepakati (Pasal 117). Serta tidak boleh mengembalikan barang yang sudah dibeli, kecuali ada perjanjian sebelumnya.

4.      Khiyar adalah hak pilih bagi penjual dan pembeli untuk melanjutkan atau membatalkan akad jual-beli yang dilakukannya.
5.       Ijarah adalah sewa barang dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran.
Dalam Pasal 251 Rukun ijarah adalah:
a. pihak yang menyewa;
b. pihak yang menyewakan;
c. benda yang diijarahkan; dan
d. akad.
70Sedangkan tentang akad diatur dalam Pasal 252
a.       Shigat akad ijarah harus menggunakan kalimat yang jelas.
b.       Akad ijarah dapat dilakukan dengan lisan, tulisan, dan atau,isyarat.
c.       Akad ijarah dapat diubah, diperpanjang, dan atau dibatalkan berdasarkan kesepakatan (Pasal 253).
d.       Akad ijarah dapat diberlakukan untuk waktu yang akan datang. Para pihak yang melakukan akad ijarah tidak boleh membatalkannya hanya karena akad itu masih belum berlaku (Pasal 254).
6.       Istisna adalah jual-beli barang atau jasa dalam bentuk pemesanan dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pihak pemesan dengan pihak penjual.
7.      Kafalah adalah jaminan atau garansi yang diberikan oleh penjamin kepada pihak ketiga/pemberi pinjaman untuk memenuhi kewajiban pihak kedua/peminjam.
Rukun dan Syarat Kafalah diatur dalam Pasal 291 yang terdiri atas;
a.       kafil/penjamin;
b.      makful ‘anhu/pihak yang dijamin;
c.       makful lahu/pihak yang berpiutang;
d.      makful bihi/objek kafalah; dan
e.       akad, Akad yang dimaksud pada ayat dan harus dinyatakan para pihak baik dengan lisan, tulisan, atau isyarat.
f.       Para pihak yang melakukan akad kafalah harus memiliki kecakapan Hukum (Pasal 292).
g.      Makful ‘anhu/peminjam harus dikenal oleh kafil/ penjamin dan sanggup menyerahkan jaminannya kepada kafil/penjamin (Pasal 293).
h.      Makful lahu/pihak pemberi pinjaman harus diketahui identitasnya.
8.      Hawalah adalah pengalihan utang dari muhil al-ashil kepada muhal ‘alaih.
9.      Rahn/gadai adalah penguasaan barang milik peminjam oleh pemberi pinjaman sebagai jaminan.
10.  Syirkah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalamhal permodalan, keterampilan, atau   kepercayaandalam usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang berseri.

Syirkah dapat dilakukan dalam bentuk syirkah amwal, syirkah ,abdan, dan syirkah wujuh (Pasal 134). Syirkah amwal dan syirkah abdan dapat dilakukan dalam bentuk,syirkah ‘inan, syirkah mufawwadhah, dan syirkah mudharabah (Pasal 135). Kerjasama dapat dilakukan antara dua pihak pemilik modal atau lebih untuk melakukan usaha bersama dengan jumlah modal yang tidak sama, masing-masing pihak berpartisipasti dalam perusahaan,dan keuntungan atau kerugian dibagi sama atau atas dasar proporsi modal (Pasal 136).
Kerjasama dapat dilakukan antara dua pihak pemilik modal atau lebih untuk melakukan usaha bersama dengan jumlah modal yang  sama dan keuntungan atau kerugian dibagi sama (Pasal 137). Serta Kerjasama dapat dilakukan antara dua pihak atau lebih yang memiliki keterampilan untuk melakukan usaha bersama (Pasal 138).
Bentuk kerjasamanya yg diatur dalam Pasal 139 yaitu:45
a.       Kerjasama dapat dilakukan antara pemilik modal dengan pihak yang mempunyai keterampilan untuk menjalankan usaha.
b.      Dalam kerjasama mudharabah, pemilik modal tidak turut serta dalam menjalankan perusahaan.
c.       Keuntungan dalam kerjasama mudharabah dibagi berdasarkan kesepakatan; dan kerugian ditanggung hanya oleh pemilik  modal.

Sumber: http://www.patanjungselor.net/index.php?option=com_docman&task=doc_details&gid=27&Itemid=113