Nama : Iska Amlahul
Hajar
NIM : 3223113047
Jurusan : Perbankan
Syariah (PS) V – B
IAIN Tulungagung
Jl. Mayor Sujadi Timur 46 Plosokandang
Tulungagung
Jawa Timur 66221 Telp. 0355 321513 Fax.
321656
Mata Kuliah : Desain Kontrak dan
Perjanjian Syariah
SEPULUH PERJANJIAN/ KONTRAK MENURUT KUH PERDATA
1.
Jual
Beli
a.
Pengertian Jual beli
Istilah jual beli berasal dari
terjemahan (kontrak of sale, perjanjian
jual beli diatur dalam pasal 1457-pasal 1450 KUH Perdata. Yang dimaksud jual
beli adalah “Suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu menyerahkan dirinya
untuk menyerahkan suatu barang , dan pihak yang lain untuk membayar barang yang
dijanjikan “ (Pasal 1457 KUH Perdata).
Pasal 1458 KUH Perdata menjelaskan bahwa” Jual beli dianggap telah
terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai
kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum
diserahkan dan harganya belum dibayar.
Dan pada Pasal 1460 KUH Perdata menjelaskan bahwa “ Hak milik atas barang yang
dijual tidak pindah kepada pembeli selama barang itu belum diserahkan menurut
pasal 612,613 dan 616. Dari beberapa penjelasan diatas sudah dapat diketahui ,
meskipun telah terjadi kesepakatan antara jenis barang dan harga yang telah
dikehendaki, namun belum tentu barang itu menjadi milik pembeli, karena harus
diikuti proses penyerahan (levering) benda. Penyerahan inipun tergantung jenis
bendanya, antara lain:
1) Penyerahan
barang-barang bergerak, kecuali yang bertubuh, dilakukan dengan penyerahan yang
nyata oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci bangunan
tempat barang-barang itu berada. Penyerahan tidak tidak diharuskan, bila
barang-barang yang harus diserahkan, dengan alasan hak lain, telah dikuasai
oleh orang yang hendak menerimanya. (Pasal 612 KUH Perdata)
2) Penyerahan
piutang-piutang atas nama dan barang-barang lain yang tidak bertubuh, dilakukan
dengan jalan membuat akta otentikatau dibawah tangan yang melimpahkan hak-hak
atas barang-barang itu kepada orang lain. (Lihat Pasal 613 KUH Perdata)
3) Penyerahan
atau penunjukan barang tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akta yang
bersangkutan dengan cara yang ditentukan dalam Pasal 620 KUH Perdata, yaitu di
kantor Penyimpan Hipotek. (Pasal 616 KUH Perdata)
4) Benda
atau barang yang sudah ditentukan ( Pasal 1460 KUH Perdata).
5) Benda
atau barang yang sudah ditentukan maka
sejak saat pembelian, barang itu menjadi tanggungan pembeli, meskipun
peyerahanya belum dilakukan dan penjual berhak menuntut harganya. (Pasal 1460
KUH Perdata )
6) Barang
menurut berat, jumlah dan ukuran, maka barang itu tetap menjadi tagungan penjual
sampai ditimbang, dihitung atau diukur.
7) Jual
beli tumpukan , maka barang itu menjadi tanggungan pembeli, meskipun belum
ditimbang, dihitung atau diukur.
8) Jual
beli percobaan atau barang biasanya dicoba terlebih dahulu , selalu dianggap
telah dilakukan dengan syarat tangguh.( Pasal 1463 KUH Perdata )
9) Jual
beli dengan dengan memberi uang panjar, maka salah satu pihak tak dapat
membatalkan pembelian itu dengan menyuruh memiliki atau mengembalikan uang
panjarnya. (Pasal 1464 KUH perdata )
b.
Kewajiban penjual
1) Penjual
menyatakan dengan jelas tentang perjanjian jual beli tersebut.
2) Penjual
mempunyai dua kewajiban utama, yaitu menyerahkan barangnya dan menanggungnya.
3) Penyerahan
harus dilakukan ditempat barang yang dijual itu beradapada waktu penjualan,
jika tentang hal itu tidak diadakan persetujuan lain.
4) Penjual
tidak wajib menyerahkn barang yang bersangkutan, jika pembeli belum membayar
harganya sedangkan penjual tidak mengizinkan penundaan pembayaran.
5) Apabila
penjual lalai menyerahkan barang, maka pembeli dapat membatalkan pembelian
menurut ketentuan-ketentuan 1266 dan 1267.
6) Barang
yang bersangkutan harus diserahkan dalam keadaan seperti waktu penjualan.
7) Penyerahan
barang harus meliputi segala sesuatu yang menjadi perlengkapanya.
8) Penjual
wajib menyerahkan barang dalam keadaan utuh sesuai dengan persetujuan.
9) Jika
pembeli membatalkan pembelian, maka penjual wajib mengembalikan uang yang telah
diterimanya dari pembeli sesuai persetujuan.
10) Wajib
menanggung cacat tersembunyi, meskipun ia sendiri tidak mengetahui adanya cacat
tersebut, kecuali telah diperjanjikan.
11) Wajib
mengembalikan harga pembelian apabila ia sendiri mengetahui adanya cacat
tersebut.
12) Jika
barang yang dijual musnah disebabkan karena cacat yang tersembunyi, maka
kerugian dipikul oleh sipenjual dan diwajibkan mengembalikan uang harga
pembelian dan kerugian.
c.
Kewajiban pembeli
1) Membayar
harga pembelian pada waktu dan tempat yang ditetapkan dalam persetujuan.( Pasal
1513 KUH Perdata )
2) Jika
pada waktu membuat persetujuan tidak ditetapkan hal-hal itu, pembeli harus
membayar ditempat dan pada waktu penyerahan. Pasal 1514 KUH Perdata )
3) Pembeli
walaupun tidak ada suatu perjanjian yang tegas, wajib membayar bunga dari harga
pembelian, jika barang yang dijual dan diserahkan memberi hasil atau pendapatan
lain. (Pasal 1515 KUH Perdata )
4) Jika
dalam menguasai barang itu diganggu oleh suatu tuntutan hukum, maka ia dapat
menangguhkan pembayaran harga pembelian sampai penjual menghentikan gangguan
tersebut, kecuali jika penjual memilih memberikan jaminan atau telah
diperjanjikan bahwa pembeli wajib membayar tanpa mendapat jaminan atas segala
gangguan. (Pasal 1516 KUH Perdata )
5) Jika
pembeli tidak membayar harga pembelian, maka penjual dapat menuntut pembatalan
jual beli itu menurut ketentuan pasal 1266 dan 1267. (pasal 1517 KUH Perdata )
6) Dalam
hal penjualan barang-barang dagangan dan perabot rumah, pembatalan pembelian
untuk kepentingan penjual terjadi demi hukum dan tanpa peringatan, setelah
lewatnya waktu yang ditentukan untuk mengambil barang yang dijual. (Pasal 1518)
d.
Hak pembeli
a. Kekuasaan
untuk membeli kembali barang yang sudah dijual timbul karena suatu perjanjian,
(pasal 1519 KUH Perdata )
b. Jika
seseorang yang dengan perjanjian membeli kembali telah membeli suatu bagian
dari suatu barang tak bergerak yang belum terbagi, setelah terhadapnya diajukan
suatu gugatan untuk pemisahan dan pembagian menjadi pembeli dan dari seluruh
barang tersebut bila orang ini hendak menggunakan hak membeli kembali.( Pasal
1526 KUH Perdata )
c. Jika
pembeli meninggalkan beberapa orang ahli waris, maka hak membeli kembali tidak
dapat digunakan terhadap masing-masing dari mereka selain untuk jumlah sebesar
bagianya, baik dalam harta peninggalan yang belum dibagi maupun dalam hal harta
peninggalan yang sudah dibagi diantara para ahli waris.
2.
Tukar
Menukar
a.
Pengertian
seperti yang
dijelaskan pada Pasal 1541 KUH Perdata, bahwa Tukar menukar ialah suatu
persetujuan dengan mana kedua belah pihak mengikatkan diri untuk saling
memberikan suatu barang secara timbal balik sebagai ganti suatu barang lain.
Subjek hukum
dalam perjanjian tukar-menukar adalah pihak pertama dan pihak kedua. Sedangkan
yang dapat menjadi objek tukar menukar adalah semua barang, baik barang
bergerak maupun barang yang tidak bergerak (pasal 1542 KUH Perdata). Dengan
syarat barang yang menjadi objek tukar menukar tidak bertentangan dengan
undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Jika pihak yang satu telah
menerima barang yang ditukarkan kepadanya, dan kemudian ia membuktikan kepada
pihak yang lain bukan pemilik barang tersebut maka ia tidak dapat dipaksa untuk
menyerahkan barang yang telah ia janjikan dari pihaknya sendiri melainkan hanya
untuk mengembalikan barang yang telah diterimanya, (Pasal 1543 KUH Perdata).
Pihak yang telah
melepaskan barang yang diterima dalam perjanjian tukar menukar maka ia dapat
memilih, apakah ia akan menuntut penggantian biaya, rugi, dan bunga dari pihak
lawanya atau menuntut pengembalian barang yang telah ia berikan (Pasal 1544 KUH
Perdata).Jika barang yang menjadi objek tukar-menukar musnah diluar kesalahan
salah satu pihak maka perjanjian tukar-menukar itu menjadi gugur. Pihak yang
telah menyerahkan barang dapat menuntut kembali barang yang telah
diserahkannya, (Pasal 1545 KUH Perdata ).Pasal-pasal yang mengatur tentang
tukar-menukar sangat sedikit dibandingkan dengan perjanjian jual beli. Namun,
di dalam ketentuan mengenai tukar-menukar disebutkan bahwa ketentuan tentang
jual beli berlaku bagi perjanjian tukar-menukar.
b. Hak
dan Kewajiban dalam perjanjian tukar-menukar
Pihak pertama
dan pihak kedua, masing-masing berkewajiban menyerahkan barang yang ditukar
sedangkan haknya menerima barang yang ditukar.
3.
Sewa-Menyewa
a. Pengertian
Sewa-menyewa
adalah Suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk
memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu
tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut
terakhir itu, Orang dapat menyewakan berbagai jenis barang baik yang tetap
maupun barang yang bergerak, (pasal 1548 KUH Perdata)
b. Hak
dan Kewajiban Pihak yang Menyewakan dan Penyewa
Hak dari pihak yang menyewakan adalah menerima harga sewa yang telah
ditentukan. Sedangkan kewajiban pihak yang menyewakan yaitu :
1)
Menyerahkan barang yang
disewakan kepada sipenyewa (Pasal 1550 ayat (1) KUH Perdata).
2)
Memelihara barang yang
disewakan sedemikian rupa, sehingga dapat dipakai untuk keperluan yang
dimaksudkan (Pasal 1550 ayat (2) KUH Perdata).
3)
Memberikan hak kepada
penyewa untuk menikmati barang yang disewakan (Pasal 1550 ayat (3) KUH
Perdata).
4)
Melakukan pembetulan
pada waktu yang sama (Pasal 1551 KUH Perdata).
5)
Menanggung cacat dari
barang yang disewakan (Pasal 1552 KUH Perdata ).
Hak
dari pihak penyewa adalah menerima barang yang disewakan dalam keadaan baik.
Yang menjadi kewajibanya adalah:
1) Memakai
barang sewa sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik artinya kewajiban
memakainya seakan-akan barang itu kepunyaanya sendiri.
2) Membayar
harga sewa pada waktu yang telah ditentukan (Pasal 1560 KUH Perdata).
Ketentuan
tentang resiko musnahnya barang,
1) Jika
barang yang disewakan oleh penyewa itu musnah secara keseluruhan diluar
kesalahanya pada masa sewa, perjanjian sewa menyewa itu gugur demi hukum dan
yang menanggung resiko atas musnahnya barang tersebut adalah pihak yang
menyewakan (Pasal 1553 KUH Perdata).
2) Jika
barang yang disewa hanya sebagian yang musnah maka penyewa dapat memilih
menurut keadaan, akan meminta pengurangan harga sewa atau akan meminta
pembatalan perjanjian sewa menyewa (Pasal 1553 KUH perdata).
4.
Persekutuan
a. Pengertian
Persekutuan adalah persetujuan
dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan dirinya untuk memasukan sesuatu
dalam persekutuan, dengan maksud untuk membagi keuntungan karenanya (Pasal 1618
KUH Perdata).
Momentum berlakunya persekutuan
diatur dalam pasal 1624 Kuh Perdata. Di dalam pasal itu ditentukan bahwa
persekutuan mulai berlaku sejak saat terjadinya persesuaian pernyataan kehendak
antara para sekutu, kecuali para sekutu menentukan lain.
b. Hak
dan Kewajiban Para Sekutu
Kewajiban para sekutu ditentukan
dalam Pasal 1625 sampai dengan Pasal 1641KUH Perdata . Kewajibanya adalah
sebagai berikut:
1)
Masing-masing sekutu
berutang kepada persekutuan tentang segala apa yang disanggupinya.
2)
Masing-masing sekutu
diwajibkan untuk memasukan sejumlah kepada persekutuan.
3)
Diwajibkan memberi
perhitungan kepada perusahaan tentang keuntungan yang diperoleh dengan
kerajinan.
4)
Masing-masing sekutu
diwajibkan membrikan ganti rugi kepada persekutuan tentang kerugian yang
diderita persekutuan yang disebabkan karena salahnya dari sekutu.
Hak para sekutu
yang utama adalah berhak untuk mendapatkan keuntungan dari hasil para sekutu
berdasarkan besar kecilnya yang telah dimasukkan kepersekutuan.
5.
Penitipan
barang
a. Pengertian
Ketentuan penitipan barang diatur
dalam pasal 1694 sampai dengan Pasal 1739 KUH Perdata.Dalam Pasal 1694 KUH
Perdata tidak dicantumkan pengertianya akan tetapi momentum terjadinya
penitipan barang. Penitipan barang terjadi apabila seseorang menerima suatu
barang dari orang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpanya dan
mengembalikan dalam wujud asalnya (pasal 1694 KUH perdata ). Ada dua jenis
penitipan barang yaitu ;penitipan murni (sejati) dan penitipan sekretasi (
Pasal 1695 KUH Perdata).
Penitipan murni dianggap dilakukan
dengan Cuma-Cuma bila tidak diperjanjikan sebaliknya, penitipan demikian hanya
mengenai barang-barang bergerak(pasal 1698 KUH Perdata).Sedangkan perjanjian
sekresi adalah penitipan barang kepada pihak ketiga, yang disebabkan adanya
perselisihan antara sipenitip dengan pihak lainya atau karena adanya perintah
hakim (Pasal 1730 KUH Perdata).
b. Hak
dan Kewajiban Para Pihak dalam perjanjian Penitipan Barang
Hubungan kontraktual antara orang
yang menyerahkan barang untuk disimpan (bewaargever) dan orang yang menerima
barang untuk disimpan akn menimbulkan hak dan kewajiban para pihak. Kewajiban
bagi yang menyimpan barang (bewaarnemer)
1) Memelihara
barang titipan itu dengan sebaik-baiknya seperti memelihara barang-barang
kepunyaanya sendiri (Pasal 1706 KUH Perdata).
2) Kewajiban
pemeliharaan barang harus dilakukan secara hati-hati dan lebih teliti jika:
a)
Penerima titipan itu
yang mula-mula menawarkan diri untuk menyimpan barang tersebut.
b)
Penyimpanan dijanjikan
untuk mendapat upah,
c)
Penitipan terjadi
dilakukan untuk keperluan penyimpan , dan
d)
Telah diperjanjikan
sipenerima titipan akan menanggunng segala kelalaianya (Pasal 1707 KUH
Perdata).
Hak-hak sipenyimpan barang:
1)
Penggantian biaya untuk
mempertahankan barang.
2)
Penggantian kerugian
yang diderita dalam penyimpanan barang, dan
3)
Menahan barang sebelum
penggantian biaya dan kerugian diterima dari penitip.
Hak Penitip adalah menerima barang yang telah
dititip secara utuh , sedangkan kewajibanya adalah:
1)
Memberikan upah kepada
penyimpan dan
2)
Memberikan penggantian
biaya dan rugi kepada penyimpan
6.
Pinjam
Pakai
a. Pengertian
Menurut Pasal 1740 KUH Perdata,
Pinjam pakai adalah suatu perjanjian dalam mana pihak yang satu menyerahkan
suatu barang untuk dipakai secara Cuma-Cuma kepada pihak lain, dengan syarat
bahwa pihak yang menerima barang itu setelah memakainya atau setelah lewat
waktu yang ditentukan akan mengembalikan barang itu. Pihak yang meminjamkan
tetap menjadi pemilik mutlak barang yang dipinjamkan itu (Pasal 1741 KUH
Perdata).
b. Hak
dan Kewajiban
Kewajiban orang yang menerima
pinjaman adalah;
1) Menyimpan
dan memelihara barang yang dipinjamya sebagai seorang bapak rumah yang baik
(Pasal 1744 KUH Perdata)
2) Mengembalikan
barang yang dipinjamnya tepat waktu, sesuai dengan kesepakatan.
Apabila barang yang dipinjam oleh
yang menerima pinjaman itu musnah atau rusak maka ia bertanggung jawab atas
musnahnya barang tersebut.
Kewajiban dari pemberi pinjaman
adalah :
1)
Tidak dapat meminta
kembali barang yang dipinjamnya kecuali lewat waktu yang ditentukan (Pasal 1750
KUH Perdata).
2)
Menyerahkan barang yang
dipinjamnya.
Hak pemberi pinjaman adalah menerima kembali barang
yang telah dipinjamkanya.
7.
Perjanjian
Pinjam Meminjam (Pakai Habis)
a. Pengertian
Pinjam Meminjam Pakai habis diatur
dalam Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1762 KUH Perdata. Pinjam Meminjam Pakai
habis adalah suatu perjanjian yang menentukan pihak pertama menyerahkan
sejumlah yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat bahwa pihak
kedua tersebut akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak lain dalam jumlah
dan keadaan yang sama (Pasal 1754 KUH Perdata).
b. Hak
dan Kewajiban
Hak dan
kewajiban antara pemberi dan penerima pinjaman diatur dalam Pasal 1759 sampai
dengan Pasal 1764 KUH Perdata. Dalam Pasal 1759 KUH Perdata disebutkan bahwa
“Pemberi pinjaman tidak dapat meminta kembali barang yang dipinjamkan sebelum
lewat waktu yang telah ditentukan”. Dari pernyataan beberapa Pasal tersebut
dapat disimpulkan bahwa Hak dari peminjam adalah menerima barang yang dipinjam
dari pemberi pinjaman, sedangkan kewajiban pemberi pinjaman adalah seperti yang
tertera dalam Pasal 1759 KUH Perdata.
Kewajiban dari
peminjam adalah mengembalikan barang yang dipinjam dalam jumlah dan keadaan
yang sama dan pada waktu yang diperjanjikan (Pasal 1763 KUH Perdata). Jika ia
tidak mampu memenuhi kewajibanya maka ia diwajibkan membayar harga barang yang
dipinjamnya, dengan syarat ia harus memperhatikan waktu dan tempat dimana
barangnya, sesuai dengan kontrak (Pasal 1763 KUH Perdata). Yang menjadi hak
dari peminjam adalah menerima barang yang dipinjam pakai habis.
8.
Pemberian
Kuasa
a.
Perjanjian pemberian
kuasa atau disebut juga dengan lastgeving. Lastgeving diatur di dalam Pasal
1792 sampai dengan Pasal 1818 KUH Perdata. Perjanjian Pemberian Kuasa adalah
suatu perjanjian yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang
mnerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memebri kuasa (Pasal
1792 KUH Perdata).
b.
Hak dan Kewajiban
Pemberi Kuasa dan Penrima Kuasa.
Hubungan yang terjadi antara
pemberi kuasa dan penerima kuasa akan menimbulkan akibat hukum. Kewajiban
penerima kuasa ini diatur dalam (Pasal 1800 sampai dengan pasal 1803 KUH
Perdata) sebagai berikut:
1)
Melaksanakan kuasanya
dan bertanggung jawab atas segala biaya,kerugian,dan bunga yang timbul dari
tidak dilaksanakanya kuasa itu.
2)
Menyelesaikan urusan
yang telah mulai dikerjakanya pada waktu pemberi kuasa meninggal dan dapat
menimbulkan kerugian jika tidak segera diselesaikan.
3)
Bertanggung jawab atas
segala perbuatan yang dilakukan dengan sengaja dan kelalaian-kelalaian yang
dilakukan dalam menjalankan kuasanya.
4)
Memberi laporan kepada
pemberi kuasa tentang apa yang telah dilakukan, serta memberi perhitungan
segala sesuatu yang diterimanya.
5)
Bertanggung jawab atas
orang lain yang ditunjuknya sebagai penggantinya dalam melaksanakn kuasanya:
a)
Bils tidsk diberikan
kuasa untuk menunjuk orang lain sebagai penggantinya;
b)
Bila kuasa itu
diberikan tanpa menyebutkan orang tertentu, sedangkan orang yang dipilihnya
ternyata orang yang tidak cakap atau tidak mampu.
Hak penerima kuasa adalah menerima jasa dari pemberi
kuasa. Hak pemberi kuasa adalah menerima hasil atau jasa dari penerima kuasa.
Kewajiban Pemberi kuasa diatur dalam Pasal 1807 sampai dengan pasal 1810 KUH
Perdata, antara lain:
1)
Memenuhi perjanjian
yang telah dibuat antara penerima kuasa dengan pemberi kuasa,
2)
Mengembalikan persekot
dan biaya yang telah dikeluarkan penerima kuasa.
3)
Membayar upah kepada
penerima kuasa;
4)
Memberikan ganti rugi
kepada penerima kuasa atas kerugian yang dideritanya sewaktu menjalankan
kuasanya;
5)
Membayar bunga tas
persekot yang telah dikeluarkan penerima kuasa, terhitung mulai dikeluarkanya
persekot tersebut.
9.
Penghibahan
a.
Pengertian
Pada Pasal 1666 KUH Perdata dijelaskan
bahwa Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seseorang penghibah
menyerahkan suatu barang secra Cuma-Cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk
kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya
mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup. Dalam
Pasal 1667 Kuh Perdatamenjelaskan bahwa, Penghibahan hanya boleh dilakukan
terhadap barang-barang yang sudah ada pada saat penghibahan itu terjadi. Jika
hibah itu mencakup barang-barang yang belum ada, maka penghibahan batal sekedar
mengenai barang-barang yang belum ada. Suatu penghibahan dikatakan sah apabila
dilakukan dengan akta notaris dan yang asli disimpan oleh Notaris.
b.
Hak dan kewajiban
Penghibah
Kewajiban Penghibah adalah Penghibah
tidak boleh menjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk menggunakan hak miliknya
atas barang yang dihibahkan itu, penghibahan demikian sekedar mengenai barang
itu dipandang sebagai tidak sah (Pasal 1668 KUH Perdata).
Sedangkan Hak Penghibah adalah:
1)
Penghibah boleh
memperjanjikan bahwa ia akan tetap menguasai penggunaan sejumlah uang yang ada
diantara barang yang dihibahkan. Jika ia meninggal dunia sebelum menggunakan
uang itu, maka barang dan uang itu tetap menjadi pemilik penerima hibah (Pasal
1671 KUH Perdata).
2)
Penghibah boleh memberi
syarat, bahwa barang yang dihibahkanya itu akan kembali kepadanya bila orang
yang diberi hibah atau ahli warisnya meninggal dunia lebih dahulu dari
penghibah, tetapi syarat demikian hanya boleh diadakan untuk kepentingan
penghibah sendiri (Pasal 1672 KUH Perdata).
3)
Penghibah tidak wajib
menjamin orang bebas dari gugatan pengadilan bila kemudian barang yang
dihibahkan itu menjadi milik orang lain berdasarkan keputusan pengadilan (Pasal
1674 KUH Perdata).
10.
Perjanjian Kerja.
a.
Pengertian
Perjanjian kerja adalah suatu persetujuan
bahwa pihak kesatu, yaitu buruh, mengikatkan diri untuk menyerahkan tenaganya
kepada pihak lain, yaitu majikan, dengan upah selama waktu yang tertentu (Pasal
1601 KUH Perdata). Sedangkan perjanjian pemborongan kerja adalah suatu
persetujuan bahwa pihak kesatu, yaitu pemborong, mengikatkan diri untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak lain, yaitu pemberi tugas, dengan
harga yang telah ditentukan (pasal 1601 b KUH Perdata).
Jika suatu persetujuan
mengandung sifat-sifat suatu perjanjian kerja dan persetujuan lain, maka baik
ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian kerja maupun ketentuan-ketentuan
mengenai persetujuan lain yang sifat-sifatnya terkandung didalamnya, keduanya
berlaku; jika ada pertentangan antara kedua jenis ketentuan tersebut, maka yang
berlaku adalah mengenai ketentuan-ketentuan perjanjian kerja (Pasal 1601 c KUH
Perdata).
b.
Hak dan kewajiban
antara orang yang bekerja dan orang yang memberi kerja (Majikan dan Buruh).
Hak Majikan sudah tentu
mendapatkan pelayanan dari buruh sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan
antara kedua belah pihak, sedangkan Kewajiban majikan dalam (Pasal 1602 sampai
dengan Pasal 1602b KUH Perdata)antara lain:
1) Majikan
wajib membayar upah buruh pada waktu yang ditentukan;
2) Upah
yang ditetapkan menurut jangka waktu, harus dibayar sejak saat buruh mulai
bekerja sampai saat berakhirnya hubungan kerja;
3) Tidak
ada upah yang harus dibayar untuk wkatu buruh tidak melakukan pekerjaan yang
diperjanjikan.
Hak Buruh dalam Pasal 1602c KUH Perdata
menjelaskan bahwa;
1) Buruh
berhak untuk meminta dan menerima upah, yang ditetapkan menurut lamanya buruh,
bekerja untuk waktu yang tidak begitu lama, bila ia berhalangan melakukan
pekerjaan karena sakit atau mengalami kecelakaan, kecuali bila sakitnya atau
kecelakaan itu disebabkan oleh kesengajaan.
2) Buruh
berhak memperoleh suatu ganti rugi berdasarkan suatu peraturan undang-undang
tentang hal sakit atau kecelakaan atau dari suatu dana yang telah dijanjikan
atau lahir dari perjanjian kerja, maka jumlah uang upah itu harus dikurangi
dengan jumlah uang ganti rugi termaksud.
3) Buruh
berhak menuntut jangka waktu pendek, yang ditetapkan menurut keadilan, bila ia,
baik karena memenuhi kewajiban yang diletakan kepadanyaoleh undang-undang atau
pemerintah tanpa pergantian berupa uang, dan tidak dapat dilakukan diluar waktu
kerja, maupun karena mengalami kejadian-kejadian luar biasa diluar kesalahanya,
terhalang melakukan pekerjaanya.
Kewajiban
Buruh diatur dalam Pasal 1603 KUH Perdata, sebagai berikut;
1) Buruh
wajib melakukan pekerjaan yang diperjanjikan menurut kemampuanya dengan
sebaik-baiknya.
2) Buruh
wajib melakukan sendiri pekerjaanya, hanya dengan izin majikan ia dapat
menyuruh orang lain menggantikanya.
3) Buruh
wajib mentaati peraturan pelaksanaan kerja.
4) Buruh
yang tinggal menumpang dirumah majikan wajib berkelakuan menurut tata tertib
rumah tangga majikan.
5) Pada
umumnya buruh wajib melakukan atau tidak melakukan segala sesuatu yang dalam
keadaan yang sama seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang buruh
yang baik.
Sumber : 1. Buku
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
Dihimpun oleh : Soedharyo
Soimin, S.H.
Penerbit : Sinar Grafika,
Tahun: 2007
2. Buku : Hukum Kontrak, Teori
dan Teknik Penyusunan Kontrak
Penulis: salim H.S.,
S.H.,M.S.
Penerbit : Sinar Grafika,
Tahun : 2008
Nama : Iska Amlahul
Hajar
NIM : 3223113047
Jurusan : Perbankan
Syariah (PS) V – B
IAIN Tulungagung
Jl. Mayor Sujadi Timur 46 Plosokandang
Tulungagung
Jawa Timur 66221 Telp. 0355 321513 Fax.
321656
Mata Kuliah : Desain Kontrak dan
Perjanjian Syariah
BUKU II
TENTANG 10 AKAD
KOMPILASI
HUKUM EKONOMI SYARI’AH
1.
Akad
Akad
adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk
melakukan dan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu.
Hukum
Akad
Rukun dan Syarat Akad diatur dalam Pasal
22
Rukun akad terdiri atas:
a. pihak-pihak yang berakad; Pihak-pihak
yang berakad adalah orang, persekutuan, atau badan
usaha yang memiliki kecakapan dalam
melakukan perbuatan
hukum. Pasal 23
b. obyek akad; Obyek akad adalah amwal
atau jasa yang dihalalkan yang
dibutuhkan oleh masing-masing pihak (Pasal 24).
c. tujuan-pokok akad, Akad bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
pengembangan usaha masing-masing pihak
yang mengadakan akad (Pasal 25).
d. kesepakatan.
Hukum Akad Pasal 26
Akad tidak sah apabila bertentangan
dengan:
a. syariat islam;
b. peraturan perundang-undangan;
c. ketertiban umum; dan/atau
d. kesusilaan;
Hukum akad terbagi ke dalam tiga
kategori (Pasal 27), yaitu:
a. akad yang sah.
b. akad yang fasad/dapat dibatalkan.
c. akad yang batal/batal demi hukum.
Dalam Pasal 28
juga dijelaskan tentang kejelasan akad
(1) Akad yang sah adalah akad yang
terpenuhi rukun dan syaratsyaratnya;
(2) Akad yang fasad adalah akad yang
terpenuhi rukun dan syaratsyaratnya,tetapi terdapat segi atau hal lain yang
merusak akad tersebut karena pertimbangan maslahat
(3) Akad yang batal adalah akad yang
kurang rukun dan atau syaratsyaratnya
2. Bai’
adalah jual beli antara benda dengan benda, atau pertukaran benda dengan uang.
Kesepakatan Penjual dan Pembeli
a.
Penjual dan pembeli wajib menyepakati
nilai obyek jual-beli yang diwujudkan dalam harga(pasal 62)
b.
Penjual wajib menyerahkan obyek
jual-beli sesuai dengan harga yang telah
disepakati n (Pasal 63).
c.
Pembeli wajib menyerahkan uang atau
benda yang setara nilainya dengan obyek jual-beli.
d.
Jual-beli terjadi dan mengikat ketika
obyek jual-beli diterima pembeli, sekalipun tidak dinyatakan secara langsung
(Pasal 64).
e.
Penjual boleh menawarkan penjualan
barang dengan harga borongan, dan persetujuan pembeli atas tawaran itu dan
mengharuskannya untuk membeli keseluruhan barang dengan harga yang disepakati
(Pasal 65).
f.
Pembeli tidak boleh memilah-milah benda
dagangan yang diperjualbelikan dengan cara borongan dengan maksud membeli
(Pasal 66)
3. Murabahah adalah pembiayaan
saling menguntungkan yang dilakukan oleh shahib al-mal dengan pihak yang
membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan. bahwa harga
pengadaan barang dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan
atau laba bagi shahib almal dan pengembaliannya dilakukan secara tunai atau
angsur.
Kewajiban Penjual
diatur dalam Pasal 116 antara lain:
a.
Penjual harus membiayai sebagian atau
seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati spesipikasinya.
b.
Penjual harus membeli barang yang
diperlukan pembeli atas nama penjual sendiri, dan pembelian ini harus bebas
riba.
c.
Penjual harus memberi tahu secara jujur
tentang harga pokok barang kepada pembeli berikut biaya yang diperlukan.
d.
Jika penjual menerima permintaan pembeli
akan suatu barang atau aset, penjual harus membeli terlebih dulu aset yang
dipesan tersebut dan pembeli harus menyempurnakan jual-beli yang sah dengan
penjual (Pasal 120).
Hak Penjual
a.
Pihak penjual dalam murabahah dapat
mengadakan perjanjian khusus dengan pembeli untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan akad (Pasal 118).
b.
Jika penjual hendak mewakilkan kepada
pembeli untuk membelibarang dari pihak ketiga, akad jual-beli murabahah harus dilakukan setelah barang
secara prinsip sudah menjadi milik penjual (Pasal 119).
c.
Penjual boleh meminta pembeli untuk
membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan dalam
jual-beli murabahah (Pasal 121).
Kewajiban Pembeli
Pembeli harus membayar harga barang yang
telah disepakati dalam murabahah pada waktu yang telah disepakati (Pasal 117).
Serta tidak boleh mengembalikan barang yang sudah dibeli, kecuali ada
perjanjian sebelumnya.
4.
Khiyar
adalah hak pilih bagi penjual dan pembeli untuk melanjutkan atau membatalkan
akad jual-beli yang dilakukannya.
5.
Ijarah adalah sewa barang dalam jangka waktu
tertentu dengan pembayaran.
Dalam Pasal 251 Rukun ijarah adalah:
a. pihak yang menyewa;
b. pihak yang menyewakan;
c. benda yang diijarahkan; dan
d. akad.
70Sedangkan tentang akad diatur dalam Pasal
252
a.
Shigat akad ijarah harus
menggunakan kalimat yang jelas.
b.
Akad ijarah dapat dilakukan dengan lisan,
tulisan, dan atau,isyarat.
c.
Akad ijarah dapat diubah,
diperpanjang, dan atau dibatalkan berdasarkan kesepakatan (Pasal 253).
d.
Akad ijarah dapat diberlakukan untuk waktu
yang akan datang. Para pihak yang melakukan akad ijarah tidak boleh
membatalkannya hanya karena akad itu masih belum berlaku (Pasal 254).
6.
Istisna adalah jual-beli barang atau jasa
dalam bentuk pemesanan dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati
antara pihak pemesan dengan pihak penjual.
7.
Kafalah
adalah jaminan atau garansi yang diberikan oleh penjamin kepada pihak
ketiga/pemberi pinjaman untuk memenuhi kewajiban pihak kedua/peminjam.
Rukun dan Syarat Kafalah diatur dalam
Pasal 291 yang terdiri atas;
a.
kafil/penjamin;
b.
makful ‘anhu/pihak yang
dijamin;
c.
makful lahu/pihak yang
berpiutang;
d.
makful bihi/objek kafalah;
dan
e.
akad, Akad yang dimaksud
pada ayat dan harus dinyatakan para pihak baik dengan lisan, tulisan, atau
isyarat.
f.
Para pihak yang melakukan
akad kafalah harus memiliki kecakapan Hukum (Pasal 292).
g.
Makful ‘anhu/peminjam harus
dikenal oleh kafil/ penjamin dan sanggup menyerahkan jaminannya kepada
kafil/penjamin (Pasal 293).
h.
Makful lahu/pihak pemberi
pinjaman harus diketahui identitasnya.
8.
Hawalah
adalah pengalihan utang dari muhil al-ashil kepada muhal ‘alaih.
9.
Rahn/gadai
adalah penguasaan barang milik peminjam oleh pemberi pinjaman sebagai jaminan.
10. Syirkah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalamhal
permodalan, keterampilan, atau
kepercayaandalam usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan
nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang berseri.
Syirkah dapat dilakukan dalam
bentuk syirkah amwal, syirkah ,abdan, dan syirkah wujuh (Pasal 134). Syirkah amwal dan syirkah abdan dapat dilakukan dalam
bentuk,syirkah ‘inan, syirkah mufawwadhah, dan syirkah mudharabah (Pasal 135).
Kerjasama dapat dilakukan antara dua pihak pemilik
modal atau lebih untuk melakukan usaha bersama dengan jumlah modal yang tidak
sama, masing-masing pihak berpartisipasti dalam perusahaan,dan keuntungan atau
kerugian dibagi sama atau atas dasar proporsi modal (Pasal 136).
Kerjasama dapat
dilakukan antara dua pihak pemilik modal atau lebih untuk melakukan usaha
bersama dengan jumlah modal yang sama
dan keuntungan atau kerugian dibagi sama (Pasal 137). Serta Kerjasama dapat
dilakukan antara dua pihak atau lebih yang memiliki keterampilan untuk
melakukan usaha bersama (Pasal 138).
Bentuk kerjasamanya yg diatur dalam Pasal 139 yaitu:45
a.
Kerjasama dapat dilakukan
antara pemilik modal dengan pihak yang mempunyai keterampilan untuk menjalankan
usaha.
b.
Dalam kerjasama mudharabah,
pemilik modal tidak turut serta dalam menjalankan perusahaan.
c.
Keuntungan dalam kerjasama
mudharabah dibagi berdasarkan kesepakatan; dan kerugian ditanggung hanya oleh
pemilik modal.
Sumber:
http://www.patanjungselor.net/index.php?option=com_docman&task=doc_details&gid=27&Itemid=113